Jumat, 07 Desember 2018

█ *SEJARAH AWAL PENYUSUNAN LMU NAHWU* █

Orang yang pertama kali menyusun Ilmu Nahwu adalah *Abul Aswad ad-Du’aliy* dari suku *Kinanah* atas perintah *Imam Ali bin Abu Tholib* Karromallohu Wajhah.

Latar belakang Abul Aswad ad-Du’aly menyusun Ilmu Nahwu ini adalah bermula saat ia dan putrinya berada di teras rumahnya. Kemudian putrinya melihat ke langit sehingga dapat melihat bintang-bintang dan gemerlapan cahayanya sewaktu keadaan gelap. Putrinya berkata padanya:

يَا أَبَتِ مَا أَحْسَنُ السَّمَاءِ
(dg dlommah & kasroh)
*Artinya:*
_"Duhai ayahku, apakah yang paling indah di langit?"_

Kemudian sang ayah berkata:

نُجُوْمُهَا، يَا بُنَيَّةُ
*Artinya:*
_“Bintang-gemintangnya, wahai putriku.”_

Namun sang anak menyanggah dengan mengatakan:

يَا أَبَتِ مَا أَرَدْتُ هٰذَا، إِنَّمَا أَرَدْتُ التَّعَجُّبَ مِنْ حُسْنِهَا
*Artinya:*
_"Duhai ayahku, bukan begitu maksudku, tetapi yang kumaksud adalah saya ingin mengungkapkan kekagumanku terhadap keindahan langit.”_

Sang ayah berkata: "Kalau begitu katakanlah:

مَا أَحْسَنَ السَّمَاءَ (dg fathah)
*Artinya:*
_“Alangkah indahnya langit itu.”_

Kemudian pada pagi harinya, Abul Aswad pergi menghadap Sayyidina Ali Karromallohu Wajhah dan melaporkan kepada Beliau: "Wahai Amirul Mu'minin, telah terjadi percakapan antara aku dengan putriku sesuatu yang tidak ku mengerti.” Lalu Abul Aswad menceritakan peristiwa yang telah ia alami bersama putrinya seperti yang telah dituturkan diatas. Imam Ali berkata: "Ini adalah akibat bercampurnya bahasa Ajam (non Arab) dan bahasa Arab.” Lalu Beliau memerintahkannya untuk membuat aturan tata bahasa arab.

Kemudian Abul Aswad membeli sehelai kertas, dan setelah beberapa hari Imam Ali mendektekannya untuk menulis beberapa pembagian kalimah (kata) yang berjumlah tiga bagian, yaitu: kalimah isim (kata benda), kalimah fi'il (kata kerja) dan kalimah huruf (kata tugas) yang mengadung arti dan pengertian serta ditambah dengan bab ta'ajub (ungkapan kekaguman). Tulisan itu kemudian disodorkan kepada Imam Ali. Lalu Imam Ali berkata:

*اِنْحَ نَحْوَ هٰذَا*
*Artinya:*
_“Buatkan contoh seperti ini.”_

Karena itulah kemudian ilmu ini dinamakan *"Imu Nahwu"*.

Imam Ali berkata: “Teruskanlah wahai Abul Aswad, maka tambah dan tambahkan padanya apa yang telah kau tulis disitu. Ketahuilah wahai Abul Aswad, bahwa sesungguhnya kalimah isim (kata benda) itu ada tiga, yaitu: zhahir (konkrit), mudlmar (abstrak), dan sesuatu yang tidak zhahir dan tidak mudlmar yang manusia saling berlebihan dalam mengetahui sesuatu yang tidak zhahir dan tidak múdlmar tersebut". Abul Aswad berkata: "Lalu aku mengumpulkan beberapa kalimah isim tersebut dan melaporkannya pada Imam Ali. Diantara kalimah itu adalah huruf nashob, yaitu: إِنَّ (sesungguhnya), أَنَّ (sesungguhnya), لَيْتَ (seandainya), لَعَلَّ (andai saja), كَأَنَّ (seakan-akan), dan tidak saya ikutkan dengan kata لٰكِنَّ  (akan tetapi).” Lalu Imam Ali berkata kepadaku: "Kenapa tidak engkau ikutkan ?" Saya jawab: _“Tidak saya hitung sebagai bagian darinya."_ Beliau berkata: _"Padahal ia bagian darinya maka tambahkanlah !"_

Kemudian Abul Aswad mendengar seorang laki-laki membaca ayat suci Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 3 dengan memberikan harakat kasroh pada akhir ayatnya:

إِنَّ اللٰهَ بَرِيْءٌ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلِهِ
*Artinya:*
_“Sesungguhnya Alloh berlepas diri dari orang-orang musyrik dan Rosul-Nya.”_

Hal ini menyebabkan arti dari ayat tersebut menjadi rusak dan menyesatkan. Padahal bacaan yang benar menurut kaidah Ilmu Nahwu dan kesepakatan qiro'ah sab'ah adalah dengan membaca dlommah pada dua huruf terakhir pada akhir ayat tersebut, sehingga berbunyi:

إِنَّ اللٰهَ بَرِيْءٌ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلُهُ
*Artinya:*
_“Sesungguhnya Alloh dan Rosul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik.”_

Setelah kejadian itu, maka Abul Aswad menyusun bab 'athof dan bab na'at.

📚 *REFERENSI:*
Kitab *Mukhtashor jiddan* syarah Matan Jurumiyah karya *Sayyid Ahmad Zaini Dahlan*

Tidak ada komentar: